Game Horor Pamali

Game Horor Pamali

Gamesandroid.org – Setelah kesuksesan game horor Indonesia “DreadOut” di mana ia bekerja Digital Happiness pada pertengahan 2014, kali ini pengembang game Bandung StoryTale Studios tidak mau kalah ketika meluncurkan game horor barunya, berjudul Pamali: Indonesian Folklore Horror. Dalam game ini, StoryTale Studios ingin memperkenalkan budaya pamali yang dipercaya banyak orang Indonesia. Pamali sendiri berarti pantang, yang jika dilanggar akan membawa sial atau akibat buruk.

Sebuah simulasi menyelesaikan misi tertentu
Dalam versi demo ini kamu akan diberikan sebuah simulasi memainkan karakter seorang laki-laki yang bernama Jaka yang datang ke rumah orangtuanya yang sudah meninggal untuk menjualnya.

Nnamun sebelum dijual, ia harus membersihkan dan merenovasi rumah itu tanpa mengganggu makhluk halus yang ada di tempat itu, dan juga kamu akan banyak menemukan beberapa benda-benda aneh dan mistis di sana.

Memiliki empat jalan cerita
Game ini memiliki empat jalan cerita. Masing-masing cerita memiliki jenis hantu yang berbeda, yaitu kuntilanak, pocong, tuyul dan leak. Namun kamu baru bisa memainkan versi demo yang kuntilanak.

Nuansa mencekam di game ini berasa banget lho
Grafis furniture, lighting dan sounds yang menonjolkan ciri khas Indonesia membuat nuansa game makin mencekam. Dalam game ini karakter akan berbicara dengan bahasa Indonesia, dan juga menyediakan subtitle bahasa Inggris agar para gamers dari mancanegara pun dapat memainkannya.

Baca juga : My Lovely Daughter

Setiap benda yang disentuh ternyata memiliki informasi dan makna di dalamnya
Ketika kita berhasil menyelesaikan skenario tersebut dengan selamat ataupun tidak, pada akhir permainan akan diberikan informasi mengenai hal-hal apa saja yang kurang tepat bia kamu lakukan saat menginteraksikan suatu objek. Seperti menyalakan lampu, radio dan benda-benda lainnya.

Diperkirakan akan rilis pada akhir tahun ini
Game ini masih dalam proyek kickstarter yang berarti masih dalam tahap penggalangan dana. Namun jika penggalangan dana sudah cukup, diperkirakan game ini akan rilis pada kuartal 4 tahun 2018.

My Lovely Daughter

My Lovely Daughter

Gamesandroid.org – Jika Anda mencermati, tampaknya dalam dua tahun terakhir perkembangan industri game oleh pengembang lokal telah berkembang pesat. Hanya sejak 2017, dua game populer yang dibuat oleh pengembang Indonesia untuk konsol dan PC telah diluncurkan. Salah satunya adalah RPG Legrand Legacy klasik yang dibuat oleh SEMISOFT, dan juga dua seri Fallen Legion yang dibuat oleh Mintsphere yang dirilis untuk PlayStation 4, PlayStation Vita dan juga untuk PC. Seolah tidak ingin tersesat, pengembang lokal GameChanger baru-baru ini merilis game simulator unik di Steam.

Game ini berjudul My Lovely Daughter. Menawarkan konsep gameplay alchemist simulator dengan tema perbudakan anak-anak yang gelap, kamu disini berperan sebagai seorang ayah yang ingin kembali menghidupkan putrinya. Demi mewujudkan usahanya ini, kamu harus melakukan banyak sekali eksperimen untuk membuat makhluk homunculi, membesarkannya seperti anak sendiri, menjalin hubungan personal, dan pada akhirnya membunuhnya untuk mendapatkan jiwa mereka.

Untuk mengembangkan eksperimen tahap lanjut tentunya tidak mudah, karena kamu juga memerlukan dana yang bisa didapatkan dari mempekerjakan homunculi, atau dengan cara paling mudah yaitu menjual mereka. Jika kamu familiar dengan seri Fullmetal Alchemist, mungkin bisa dibilang kalau My Lovely Daughter adalah game simulasi dari kehidupan gila Shou Tucker, yang tidak lain adalah ayah keji yang rela melakukan eksperimen mutasi untuk menggabungkan putrinya dengan anjing peliharaannya menjadi Chimera.

Baca juga : Rage In Peace

Tidak bisa diragukan lagi, My Lovely Daughter adalah game simulasi dengan pendekatan konsep paling unik yang pernah Kru KotGa lihat sebelumnya. Game ini juga sangat cocok bagi kamu yang ingin menguji seberapa besar rasa kemanusiaanmu. Dan Game ini lebih mengara ke sesuatu yang positif sebagaimananya kita manusia kita harus saling membantu dan memahami sesama manusia. Jika menurut anda artikel diatas menarik dan sangat bagus bagikan ke teman atau kerabat anda bagi mereka yang pecinta game agar lebih mengetahui wawasan lebih luas tentang game.

Rage In Peace

Rage In Peace

Gamesandroid.org – Siklus kematian yang tidak berhasil, adegan pembunuhan brutal, iblis meraung dan puncak kematian malaikat datang. Saya tidak berbicara tentang rekaman death metal 90-an atau film horor kelas B lokal yang beredar di tahun 80-an. Saya saat ini berbicara tentang Rage In Peace, sebuah game lokal yang memiliki semua bahan di atas, tetapi dicampur dengan konfigurasi yang tidak masuk akal, humor hitam dan plot yang bergerak. Kombinasi yang tampaknya tidak dapat berhasil, tetapi sebenarnya sudah benar.

Rage in Peace adalah game genre side-scrolling karya debut pengembang indie asal bandung, Rolling Glory Jam. Adapun publisher yang mengelola aspek bisnisnya adalah Toge Production. Rage in Peace menampilkan animasi yang halus dan benar-benar hidup. Dalam tiap level, pemain bakal disuguhi jebakan-jebakan paling mengerikan yang bisa dibayangkan manusia. Secara resmi, game ini baru dirilis pekan lalu lewat platform distributor game digital Steam. Kisah dalam game ini terjadi dalam sebuah bangunan kantor biasa. Kobaran api dan keretakan terlihat di sana-sini. Dalam setting seperti ini, pemain akan mengendalikan Timmy Malinu, seorang karyawan korporat yang sudah bosan pekerjaannya. Hidup karyawan yang kepalanya nyaris mirip marshmallow itu berubah drastis setelah dikunjungi malaikat maut alias Grim Reaper. Sang pencabut nyawa itu menitipkan satu pesan saja: Timmy bakal mati hari ini. Nah, tugas utama pemain game ini adalah menjalankan karakter Timmy melewati segala jebakan dan rintangan agar Timmy bisa hidup lebih lama—sukur-sukur sampai akhir game.

Ingatan yang kuat adalah modal berharga dalam menyelesaikan Rage in Peace. Saban beberapa langkah sekali, pemain akan disuguhi jebakan-jebakan mematikan, dari hiu yang sekonyong melompat dari hingga bola penghancur bergerigi dari langit-langit; dari bambu runcing yang tiba-tiba menyeruak dari permukaan tanah sampai formasi batu mirip Stonehenge yang bergerak-gerak serta meremukan apapun di hadapannya. Pendeknya, jika harus dicari pembanding yang setara, maka game yang paling mendekati adalah Limbo—game yang menuai banyak pujian pada 2016 silam—dengan game Trial and death-nya (pengembang Rage in Peace juga menyebut Braid, Bastion, To The Moon, Owlboy, Dust, Super Meat Boy, Celeste, Nier: Automata sebagai inspirasi mereka). Dari awal pengembangannya, otak-otak di balik Rage in Peace sudah sepakat akan satu hal; game ini harus bisa mengajari pemainnya akan mortalitas manusia dengan cara yang enggak nakut-nakutin, ujar Dominikus D. Putranto, yang menyutradarai, mendesain, dan menulis serta memprogram Rage in Peace bersama co-writer Halida Astatin.

Baca juga : She And the Light Bearer

“Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari game ini adalah bagaimana kematian seorang yang dekat dengan kita bisa mengubah kehidupan kita secara drastis, atau gampangnya membentuk masa depan kita,” ujar Dominik. Dia lantas melanjutkan bahwa Paulo Coelho—penulis kenamaan asal Brasil—pernah menulis cerita tentang seseorang yang mati dan jasadnya tak ditemukan selama bertahun-tahun. “Coelho menulis ‘berbahagialah orang yang meninggal dalam keadaan masih berpiyama’ karena itu artinya orang tersebut meninggal dalam tidur atau di rumah sakit dikelilingi orang-orang yang dekat dalam hatinya.” Daripada sekadar menampilkan berbagai cara konyol untuk mati, Rage in Peace sesungguhnya memang tentang kegigihan bertahan hidup.

“Apa yang menurut kami menarik untuk dijajaki adalah kontradiksi antara gameplay yang absurd, keisengan untuk ngetroll dan ceritanya sendiri, yang lebih serius dan depresif,” ungkap Dominik. Dengan elemen-elemen yang kontradiktif, PR utama pengembang Rage in Peace memastikan mereka berada dalam mood yang tepat saat berusaha menyeimbangkan elemen-elemen itu.

“Pernah tuh ada satu sesi, mood kami lagi jelek tapi kami maksain mengerjakan satu level. Hasilnya malah jadi jelek. Player harus terus-terusan grinding sepanjang level. Enggak enak deh mainnya.”

Level pertama Rage in Peace digratiskan di Steam sebagai trial tahun lalu dan menuai pujian dari banyak jurnalis game serta vlogger yang mengunggah play-through mereka di YouTube. Yang paling mengejutkan, PewDiePie, vlogger game paling populer sekaligus kontroversial saat ini, ikut memuji game ini. Hemat kata, hype yang muncul di sekitar Rage in Peace enggak kebetulan doang. Gervasius Anton, yang biasa dipanggil Hasta, mengelola kanal gaming populer di YouTube bernama HastalavistaGaming. Anton adalah salah satu orang yang menjajal demo-demo awal Rage in Peace. Baginya, Rage in Peace berhasil sebagai sebuah game karena bisa menyuguhkan tingkat kesulitan yang menantang namun tetap adil.

“Masih masuk dalam kategori rage game yang bisa dimainkan lah,” katanya. “Dan, untuk ukuran game indie, game ini punya grafis dan selera humor yang keren.”

Salah satu elemen yang membuat game ini mencuat di luar kalangan nerd game adalah soundtracknya, yang dikurasi oleh sound artist Monkey Melody dan label indie Nanaba Records. Rage in Peace memang bukan game indie pertama yang menggandeng musisi-musisi underground. Hanya saja, sebelumnya skalanya tak sebesar ini.

“Saya senang saja menjajaki kesempatan yang memungkinkan musisi independen berkarya di luar lanskap musik standar,” kata Jodi Setiawan, pemilik Nanaba Records owner Jodi Setiawan. Peonies, band Jodie, juga menyumbang salah satu lagu dalam soundtrack Rage in Peace yang sedianya jadi rilisan fisik terakhir Nanaba Records sebelum gulung tikar tahun ini.

“Kolaborasi ini bisa kejadian karena kebetulan saya juga seorang gamer. Setelah ngeliat bagaimana pengembang Rage in Peace masang musik di adegan-adegan tertentu, kamu bakal ngerti betapa pentingnya musik-musik itu bagi aksi-aksi yang terjadi di layar monitor,’ kata Jodi. “Musik di game ini enggak cuma jadi background doang, tapi kadang jadi pusat perhatian juga.”

She And the Light Bearer

She And the Light Bearer

Gamesandroid.org – Game ini merupakan kolaborasi antara dua pengembang game: Mojiken Studio dan Toge Productions. Direncanakan untuk meluncurkan game ini di platform PC melalui Steam. She And The Light Bearer diumumkan untuk pertama kalinya pada pertengahan 2015. Game ini merupakan kolaborasi antara dua pengembang game, yaitu Mojiken Studio dan Toge Productions. Direncanakan untuk meluncurkan game ini di platform PC melalui Steam.

Game ini merupakan salah satu kelanjutan prototipe yang dibuat dari Mojikencamp, salah satu program internal Mojiken Studio. Mojikencamp juga telah menghasilkan sebuah game utuh sebelumnya. Prototipe Ultra Space Battle Brawl yang telah rilis di Switch dan Steam juga berasal dari Mojikencamp. Prototipe dari game ini, She Who Was Once Lost memiliki gameplay yang berbeda dan skala yang lebih kecil. Prototipe tersebut menjadi gambaran art direction yang kemudian dikembangkan. She and The Light Bearer akan memiliki gameplay layaknya game visual novel pada umumnya dengan beberapa minigame. Keunikan dari game ini adalah art style-nya yang mirip dengan buku cerita dan dongeng. Dalam game ini pemain akan berperan sebagai Firefly yang bertujuan untuk mencari sosok Ibu yang akan menentukan nasib semua makhluk yang hidup didalam hutan tersebut. Firefly akan menjelajahi hutan dan berinteraksi dengan berbagai penjaga hutan untuk mencari sosok Ibu.

Baca juga : Ultra Space Battle Brawl

Tak hanya berdialog dan menentukan pilihan pada visual novel pada umumnya, She and The Light Bearer memiliki beberapa minigame seperti puzzle dan teka-teki. Teka-teki tersebut merupakan cara agar mendapatkan bantuan dari para penjaga hutan untuk membantu mencari sosok Ibu. Selain grafis yang cantik, musik dari game ini juga asyik dan imersif. Penggunaan instrumen seperti gitar, tamborin dan perkusi etnis sangat sesuai dengan setting dalam game. Musik dalam beberapa adegan menggunakan nada pentatonis yang memiliki suara seperti gamelan jawa. Beberapa penghargaan internasional telah didapatkan oleh She and The Light Bearer, seperti Best Visual Art pada Level Up Kuala Lumpur 2018, Best Kids and Family Game pada Indie Prize Asia 2017 dan Best Art Direction pada Indie X Portugal 2018. Jika ingin mencoba game ini sebelum membeli, versi demo dapat diunduh dari halaman itch.io Mojiken Studio.

She and The Light Bearer akan dirilis di Steam pada tanggal 17 Januari

UPDATE : She and The Light Bearer saat ini sudah tersedia di Steam! Kamu bisa membelinya dengan harga Rp94.900 atau jika kamu membelinya sekarang hingga 25 Januari 2019 besok, ada diskon 20% menantimu!

Ultra Space Battle Brawl

Ultra Space Battle Brawl

Gamesandroid.org – Sejauh ini, tidak ada game esport yang berasal dari Indonesia. Tapi sepertinya, Indonesia segera bisa bangga! Karena game Ultra Space Battle Brawl akan menjadi olahraga pertama yang 100% merupakan hasil karya anak-anak bangsa!

Sebagian besar game esport berasal dari luar Indonesia. Sebut saja Dota 2 yang dikembangkan oleh Valve, League of Legends dari Riot Games, dan Overwatch dari Blizzard yang ketiganya berasal dari Amerika Serikat.  Meskipun memang ada beberapa game yang memiliki perwakilan atau penerbit di Indonesia, misalnya Mobile Arena, Mobile Legends, dan Vainglory, namun tetap saja ketiga judul tersebut dikembangkan oleh developer dari luar negeri. Di tengah serbuan esport yang berasal dari luar negeri ini, ternyata ada titik cerah di industri game Indonesia! Pasalnya, sebuah studio game asal Surabaya, Mojiken Studio, bekerja sama dengan penerbit dari Jakarta, Toge Productions, sedang mengembangkan Ultra Space Battle Brawl (USBB).

Bagi kamu yang penasaran, “game apa sih ini?” USBB adalah sebuah permainan yang menggabungkan konsep Pong dengan game fighting, seru kan! Dua pemain akan saling beradu menghancurkan kristal lawannya menggunakan sebuah bola yang memantul-mantul. Uniknya, layaknya game fighting, setiap pemain dapat mengaktifkan Ultra setelah meterannya terisi penuh dari berbagai aksi yang dilakukan di permainan. Ketika Ultra aktif, karakter yang sedang dimainkan oleh pemain akan mengeluarkan jurus ultimate selama beberapa detik dan serangannya menjadi sangat sakti! Pada ajang BEKRAF Game Prime 2017, Mojiken dan Toge Production menggelar turnamen mini USBB di main stage. Acara ini mengajak empat penonton untuk berpartisipasi memperebutkan merchandise menarik dari MSI. Hasilnya? Seru banget! Tidak disangka turnamen mini ini mampu menarik crowd yang tidak sedikit.

Baca juga : Mini Racing Adventures

Tidak Sengaja Menjadi Esport
Sewaktu tim Gamesandroid.org berbincang-bincang dengan Eka Pramudita, developer USBB, ia mengatakan kalau awalnya game ini dikembangkan hanya untuk local multiplayer semata. Namun, setelah ia memamerkan game ini di berbagai konferensi game baik di Indonesia maupun luar negeri, tidak hanya mendapatkan tanggapan positif, tetapi juga banyak sekali masukan yang mengatakan kepada Eka untuk mengembangkan online multiplayer. Akhirnya, tim Mojiken menerima usulan tersebut. Memang kalau dilihat dari gameplay, tidak ada alasan bagi USBB untuk tidak mengembangkannya menjadi sebuah esport. Unsur game fighting yang cukup kental membuat game ini memiliki mekanik permainan yang cukup dalam, sedangkan basis gameplay sesederhana Pong membuat USBB mudah untuk dipelajari setiap orang. Formula inilah yang membuat sebuah game mampu disebut sebagai esport.

Eka sendiri memiliki harapan tinggi akan kelangsungan USBB sebagai sebuah cabang esport dari Indonesia yang mampu mendunia. Ia juga berharap nantinya terbentuk komunitas-komunitas USBB yang mampu membuat game ini semakin besar! Mengingat Dota 2 juga dulunya besar karena peran komunitas itu sendiri. Buat kamu yang ingin mencoba, Eka mengatakan kalau Ultra Space Battle Brawl akan kembali menggelar mini turnamen di acara Popcon Asia 2017. Kalau kamu penasaran ingin mencoba permainan ini, boleh banget datang berkunjung. Game yang dikembangkan pada tahun 2015 lalu ini sudah memasuki tahap akhir development. Rencananya, mereka akan merilis game ini di permulaan tahun 2018 untuk platform Steam. Doakan saja ya semoga bisa rilis tepat waktu.